Semua manusia akan melalui proses untuk mendapatkan atau menemukan sesuatu. Sekarang Saya menemukan pengetahuan baru dan hal yang baru dalam pemahaman tentang Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Selama ini Saya hanya mengenal semboyan pendidikan tanpa mengetahui dasar-dasar pendidikannya. Wajar jika dalam praktik mengajarnya, ada yang salah. Nah yang salah tersebut dalam hal pengajaran yang tidak berpusat pada murid, sekarang Saya mengambil sebuah keputusan untuk lebih terbuka dan mengubah cara mengajar ke model pembelajaran yang berpihak pada murid.
Berbicara guru penggerak, tentunya akan berkaitan dengan pemimpin pembelajaran. Secara pengertian, guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid serta menjadi tauladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila.
Guru penggerak yang nantinya akan diprioritaskan menjadi pemimpin pembelajaran, harus mampu mengambil suatu keputusan yang efektif. Keputusan-keputusan ini, secara langsung atau tidak langsung bisa menentukan arah dan tujuan institusi atau lembaga yang Kita pimpin, yang tentunya berdampak kepada mutu pendidikan yang didapatkan murid-murid Kita sekalian.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita pasti sering dihadapkan dalam situasi di mana kita diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, seberapa sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain? Bagaimana pengalaman kita dalam menghadapi situasi seperti ini? Pemikiran-pemikiran seperti apa yang melandasi pengambilan keputusan kita ? Kemudian, setelah mengambil keputusan tersebut, pernahkah kita menjadi ragu-ragu dan menanyakan diri kita sendiri apakah keputusan yang diambil telah tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri kita, atau timbul pemikiran mengganjal dalam diri kita seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana panutan saya akan berlaku dalam hal seperti ini?’
Nah, hal seperti dilema etika dan bujukan moral sering sekali menghampiri perjalanan kita dalam mengambil sebuah keputusan. Apakah dilema etika? Dan Apakah bujukan moral ?. Dilema etika yaitu, benar lawan benar yang artinya memilih antara dua (2) pilihan, dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral yaitu, benar lawan salah yang artinya situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar melawan salah.
Dari pengalaman bekerja kita pada institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini :
1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Dan ada 3 prinsip yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini, yaitu :
1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
4 Paradigma dan 3 prinsip yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan, terangkum dalam 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian keputusan. Yang terdiri dari :
1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini
Dalam hal ini identifikasi masalah dan menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
4. Pengujian benar atau salah
Dalam hal ini ada 5 uji yang akan diujikan untuk melihat apakah keputusan yang diambil benar atau salah, yang terdiri dari :
Uji Legal
Uji Regulasi (kode etik)
Uji intuisi (perasaan)
Uji halaman depan Koran
Uji panutan/idola
5. Pengujian paradigma benar lawan benar
6. Melakukan prinsip resolusi
7. Investigasi opsi trilema yaitu penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya
8. Buat keputusan
9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan
gambar ilustrasi |
Baca Juga : Relevansi Pandangan David Cooperider
Setelah semua langkah yang dimulai dari 4 paradigma lalu 3 prinsip dan terakhir dengan 9 langkah dilalui prosesnya, maka keputusan yang akan diambil sudah sesuai dan juga minim resiko. Apakah ada hal-hal yang menurut kita diluar dugaan? Jawabannya tentunya ada, dalam hal ini kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya dan menjadi adat istiadat akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Walaupun demikian, kita tetap menghargai budaya dan kita tidak menjadikan budaya sebagai batu sandungan dalam mengambil sebuah keputusan tapi kita jadikan budaya sebagai instrument yang dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Secara pribadi pengalaman yang dialami dalam pengambilan keputusan lebih kearah rasa kasihan dan juga kesetiaan. Aturan yang berlaku sering kali dikecualikan untuk perasaan secara kemanusiaan yang lebih dominan. Hal tersebut terkadang membuat diri kita seperti mengendorkan aturan dan tidak tegas dalam menjalankan apa yang sudah disepakati diawal. Untuk itulah Saya secara pribadi belajar di modul 3.1 ini dengan sangat penasaran dan selalu bertanya seperti apakah keputusan yang tepat dalam pelaku pemimpin pembelajaran. Saya mulai paham akan keputusan yang tepat dan efektif ketika kita mengalami dilema etika dan juga bujukan moral.
4 Paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah dalam pengambilan keputusan menjadi dasar kedepannya Saya mengambil keputusan. Selama ini Saya lebih menggunakan intuisi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada diri Saya yang tidak tegas dan labil. Modul ini mengajarkan Saya secara rule/aturan bahwa apa yang telah dibuat atau apa yang telah menjadi aturan
maka ditegakkan agar kita tidak semena-mena dalam berperilaku serta tidak menganggap sepele sesuatu. Sekarang Saya mulai sering mengatakan “tidak” untuk hal yang melanggar ketentuan yang ada. Perasaan (hati) Saya tidak lagi dominan dalam mengambil keputusan.
Kesimpulannya jadilah sosok pemimpin yang kedepannya menjunjung tinggi integritas dan aturan yang menjadi dasar berperilaku. Stop hal-hal yang mengarah ke negative (bujukan moral), tetap punya prinsip dalam diri bahwa “Kita orang yang di didik dan pendidikan membuat manusia menjadi berperilaku etis”. Harga diri segalanya, jangan mau harga diri kita dibayar dengan uang yang sifatnya duniawi (sementara). Terus berefleksi dan terus berjalan ke arah kebaikan, jika salah jalan maka cepat-cepatlah putar balik.
Tulisannya keren dan tajam, dan membuat Saya paham perbedaan antara Dilema dengan Bujukan
BalasHapusJadi pemimpin memang harus konsisten yaa👍👍
BalasHapus