Perjalananan Guru Penggerak ini merupakan suatu pembuktian untuk diri
Saya pribadi bahwa Saya bisa berkompetisi dalam ajang guru berprestasi. Oiya
hanya sekedar info, Saya bernama Muhammad Fauji dan biasanya anak didik memanggil
dengan sebutan Pak Fauji, Saya mengajar Ekonomi di SMA Swasta PAB 11 Lubuk
Pakam tepatnya di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Bercerita
tentang sekolah , sekolah tempat dimana Saya mengajar merupakan sekolah swasta
pinggiran yang tidak dilirik masyarakat sekitar dan dianggap sebagai sekolah
buangan. Kebanyakan guru yang mengajar disana tidak bertahan lama, bahkan ada
guru PJOK yang hanya hitungan jam langsung risegn dan angkat tangan dalam
menangani siswa disitu.
Hanya gambaran saja anak didik yang
bersekolah di situ kebanyakan anak buangan dari sekolah negeri dan swasta. Jadi
bisa dibilang juga sekolah tersebut sekolah penampungan anak-anak yang bandel.
Sadis dan kasihan ya….hehehehehehehe…..banyak julukan sekolahnya. Apakah Saya malu
mengajar disana????? Jawaban Saya tidak, Saya malah beruntung mendapatkan
sekolah yang dimana sekolah tersebut butuh guru-guru yang berempati lebih dan
punya daya juang lebih agar sekolah tersebut tetap berdiri. Saya sangat cinta
dengan anak-anak disana, anak-anak SMA yang membutuhkan kasih sayang dan
perhatian lebih serta membutuhkan arahan agar mereka kembali ke jalan yang
benar. Dunia kekerasan bagi mereka sudah makanan dan keras nya hidup di tengah
kota yang tidak berpihak pada kehidupan ekonomi keluarga mereka membuat fokus
utama bukan lah pendidikan. Fokus utamanya bagaimana mereka bisa bertahan hidup
dan makan. Wajar pendidikan hanyalah formalitas dan kerja adalah yang utama.
Mengapa
tulisan ini Saya buat dengan judul “Pembuktian ?”, jawabannya Cuma satu, yaitu
adanya rasa ketidakpercayaan diri anak-anak didik Saya untuk bersekolah di SMA
Swasta PAB 11 Lubuk Pakam. Disepelekan, dicemoohkan, dianggap menjadi sampah masyarakat dan Saya juga
mengalami penghinaan di lingkungan Satuan Pendidikan Perguruan PAB Wilayah 1
Lubuk Pakam, Saya dianggap sebagai guru yang salah jurusan, guru yang melakukan
perubahan hanya untuk mencari perhatian, guru yang kepintaran dan kebijakan
(dalam tanda kutip), guru yang memanjakan anak sehingga anak-anak nya bandel, dan masih
banyak lagi. Kesemuan perlakuan tersebut Saya anggap sebagai bahan bakar untuk
membuktikan dengan tindakan yang positif.
Pada bulan Juli 2020 Saya membaca
info di SIM PKB adanya seleksi GURU PENGGERAK. Awalnya Saya mengikuti seleksi
Pendamping namun belum rezeki dan Saya dinyatakan tidak lolos. Saya paham bener
penyebab ketidaklolosan Saya. Saya tidak menyerah dan patah semangat dan Saya
melihat ada penerimaan Calon Guru Penggerak dan lagi-lagi Saya mengikutinya.
Tahap demi tahap Saya jalani dengan dimulai
dari ujian berkas lalu berlanjut dengan mengisi essay yang panjang dan banyak
sekali lalu ujian Tes Bakat Skolastik (TBS). Semua dijalani dengan ikhlas dan
tulus hanya ingin mendapatkan legalitas/pengakuan bahwasanya “jangan rendahkan
kami”. Saya mendapatkan informasi yang menyatakan Saya lulus dan berhak
mengikuti seleksi tahap ke-2. Seleksi tahap ke-2 berisi tentang microteaching
dan wawancara. Dengan Semangat 45 dan belajar dari youtube tentang media
pembelajaran maka Saya pun mempersiapkan medianya dan selesai. Tibalah
saat-saat yang mendebarkan, dimana simulasi mengajar akan dimulai dan hujan pun
turun dengan derasnya mengiringi langkah kepergianku menuju sekolah dengan
membawa media. Panik, sedih, ingin menjerit ketika mendapatkan media pembelajaran
Saya basah kena air hujan. Ada waktu 3 jam dan Saya menenangkan diri dan
mengipas-ngipas media yang Saya bawa dari rumah agar kering. Waktu pun tiba dan
Saya pun beraksi dengan media Saya, Saya perkenalkan diri dan judul Materi yang
akan dibawakan berlanjut dengan aksi nyata. Ketika Saya simulasi mengajar yang
ada di benak kepala yaitu anak-anak didik yang sekolah di sini. Saya harus kuat
dan membuktikan Saya bisa.
Waktu
berlalu dan tiba saat wawancara, ketika wawancara Saya merasa percaya diri
penuh dan mengatakan apa yang terjadi sesuai dengan apa yang Saya alami selama
menjadi Guru. Tanpa terasa air mata Saya jatuh berurai ketika asesor menanyakan
seberapa ingin masuk Guru Penggerak dan Saya hanya bisa menjawab dengan air
mata. Air mata yang tertumpah merupakan bukti nyata dedikasi mengajar di
sekolah marginal. Air mata itu berbicara bagaimana perjuangan guru honorer yang
bergaji sangat kecil dengan tulus ikhlas berjuang mendidik anak-anak marginal
yang dianggap sampah masyarakat dilingkungan. Saya terbayang bagaimana Saya
membuat program kelas religi, kelas minat dan bakat, program rehabilitasi
mental dengan metode pendekatan dari hati-ke hati, program olahraga,
PIK-R, program pengolahan limbah plastik dan sampah organik dan masih banyak
lagi program yang Saya buat yang semuannya itu untuk anak-anak di SMA Swasta
PAB 11 Lubuk Pakam.
Saya sangat ingat betul bagaimana
Saya datang ke sekolah itu dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana
bentukan sekolah nya. Emang benar tidak ada aturan sekolahnya. Saya mendapati
pisau, kondom, rokok, tuak, bahkan narkoba di dalam tas, jok kreta, dan kantong
celana mereka. Postur dan bentukan tubuh yang tinggi dan besar-besar tak
menyurutkan langkah Saya mengibarkan bendera kebaikan. Di awal Saya mengajar
disitu Saya tidak mendapatkan perlakukan yang anarkis dan brutal dari mereka.
Padahal mereka orang-orang yang sangat keras dan kebanyakan hidup di jalanan,
wajar orang tuanya angkat tangan dalam mendidiknya karena mereka juga sebagai
orang tua mengakui kesalahan dalam pola asuh. Karena Saya tau latar dan gaya
mereka, maka tidak bisa dengan jalan kekerasan untuk mendidiknya. Percuma
dengan jalan kekerasan dan omongan kasar dari kita (Guru), yang mereka butuhkan
adalah gaya pertemanan dan komunikasi yang asertif serta pendekatan dari hati
ke hati. Anggap mereka sebagai kawan kita dan sangat efektif metode tersebut.
Melalui metode tersebut Saya bisa memasuki hati mereka dan mulai memberikan
sentuhan kebaikan kepada mereka agar hati mereka lembut. Sesimpel itukah? Jawabannya
tentunya tidak, perlu kesabaran dalam proses nya.
Hasil atau dampak selanjutnya yang
Saya lihat dilapangan, diantaranya turunnya angka pernikahan dini, angka
pengguna narkoba, angka putus sekolah, angka tawuran. Tapi dari semua yang
telah Saya lakukan dan perbuat untuk dunia pendidikan, apakah Saya tidak pernah
gagal? Dan itu merupakan pertanyaan lanjutan di wawancara Saya pada seleksi
Guru Penggerak. Jawaban Saya yaitu pernah, Saya merasa pernah gagal dalam
mendidik anak-anak Saya. Setiap tahun Saya menjadi wali kelas dan di tahun ke-2
menjadi wali kelas ada satu peristiwa yang membuat pilu hati Saya yaitu anak
Saya putus sekolah dikarenakan hamil duluan diluar nikah. Saya sudah berjuang
bersama orang tuanya dalam memberi nasehat dan juga menjemput anak tersebut
yang kabur dari rumah dan tidak pulang selama seminggu. Ternyata kabur di rumah
pacarnya dan ketika Saya mengajaknya pulang ke rumah, dia mengatakan dihadapan
Saya dan orang tuanya untuk TIDAK
SEKOLAH LAGI dan memilih hidup bersama pacarnya yang putus sekolah. Langsung
Saya menangis, merasa sia-sia menjadi guru.
Itu merupakan kisah perjalanan dan
kondisi Saya yang dimana , Saya flashback ketika ditanya dalam wawancara.
Beberapa minggu, tepatnya kurang lebih 2 Minggu menunggu hasil pengumuman dan
Saya terus berdoa semoga Saya ada dalam 2.800 Guru yang diterima di angkatan 1.
Alhamdulillah Saya masuk dan bangga rasanya bisa diterima, Saya langsung
mengumumkan di grup sekolah dan menshare di media sosial. Kelulusan Saya sangat
berdampak pada diri saya, anak-anak didik Saya dan juga sekolah Saya. Rasa
percaya diri dan pembuktian menjadi motivasi terbesar Saya telah terwujud,
anak-anak didik Saya bangga dan mulai mengikuti jejak keoptimisan Saya dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Mereka memberikan testimoninya, “ya bener sekali
Pak, apa yang Bapak sampaikan ketika memberikan nasehat Kami, dimana dulu Bapak
mengatakan tidak ada yang mustahil didunia ini untuk dikejar dan ditaklukkan,
dan semua perusahaan atau perguruan tinggi tidak melihat asal sekolah kamu,
yang dilihat adalah kemampuan dan kemauan untuk terus berusaha, dan Akhirnya
Pak Saya lulus jadi Tentara”.
Sekarang
pembuktian Saya terus berlanjut. Dimana Saya harus membuktikan kualitas Guru
yang berlebel Guru Penggerak angkatan 1 sungguh hebat dan diacungi jempol.
Guru-guru sekitar yang dulu pesimis memandang Saya, yang dulunya menyepelekan
Saya, menghina Saya serta memfitnah Saya
sekarang mereka mengakui dan merasa bersalah. Hingga kini Saya terus
belajar dan menjadi pembelajar sepanjang hayat dan terus menebarkan praktek
baik serta inspirasi kepada seluruh guru dan juga anak-anak didik. Bangganya
lagi ketika Saya di Pendidikan Guru Penggerak berada dalam kelompok CGP 109
yang dimana seluruhnya merupakan Guru Saya dulu di SMA N 2 Lubuk Pakam dan
sekarang Saya berkolaborasi. Saya mendapatkan banyak pembelajaran serta makna
mendalam tentang pendidikan. Sekali lagi melalului tulisan ini Saya telah
membuktikan bahwasanya setiap diri punya kekuatan dan keunikan yang tidak boleh
disepelakan serta diremehkan. Guru yang hebat adalah guru yang
mengabdikan dirinya secara totalitas dan memandang bahwa mencerdaskan siswanya
adalah kewajibannya. Salah satu ciri utama guru hebat adalah menjadi guru dihati siswa bukan menjadi guru di mata siswa.
" FOKUS PADA TUJUANMU, JANGAN MELIHAT KE SEGALA ARAH KECUALI KE DEPAN"
Aksinya keren
BalasHapus