MENERAPKAN COACHING SEBAGAI CARA MENSTIMULUS & MEMBERDAYAKAN KEKUATAN YANG DIMILIKI SISWA

Pada saat ini banyak sekolah dihadapkan pada suatu tantangan yang besar, yaitu keberagaman minat dan bakat serta kemampuan mengelola sosial emosional siswa di dalam kelas. Keberagaman ini tidak akan tampak, jika seorang guru hanya berpaku pada konsep lama yang dimana siswa harus mengikuti kemauan yang diinginkan oleh guru. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplore minat dan bakat yang ada pada dirinya dalam pengerjaan tugas yang diberikan. Hukum paku mati tersebut menimbulkan titik kejenuhan pada setiap siswa sehingga memerlukan penanganan coaching didalamnya.

Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan diarahkan atau digurui inilah yang menjadi keunikan coaching.

Penerapan proses coaching dapat mengikuti sebuah alur/tahapan dari sebuah model coaching TIRTA. Dengan model ini guru akan terbantu untuk meng-coach siswa dengan lebih baik. Pada table 1 di bawah ini dipaparkan suatu proses coaching yang populer digunakan yaitu dengan menggunakan alur/tahapan TIRTA. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Way Forward. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan) : coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata) : proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan) : coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi siswa agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. Kepanjangan dari TIRTA yaitu, T : Tujuan, I : Identifikasi, R : Rencana Aksi, TA : Tanggung Jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Tugas kita sebagai guru, menjaga air itu tetap mengalir tanpa sumbatan.

Konsep TIRTA

Baca Juga : Paradigma Guru sejatinya sebagai Coach 

Fenomena sekarang ini, kita dapat melihat banyak guru melakukan tugas konseling yang hanya menerapkan pengarahan satu arah dan juga nasehat saja kepada para siswa. Hal ini menyebabkan siswa tumbuh dengan dorongan motivasi ekstrinsik yang datang nya dari luar atau pengaruh orang lain. Kita berharap siswa menemukan kekuatan yang ada pada dirinya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (motivasi intrinsik). Melalui Coaching, dimana guru akan berperan sebagai pemimpin pembelajaran dengan gaya kepemimpinan guru sebagai coach yang dimana guru lebih banyak mendengar secara aktif serta bertanya untuk menggali lebih banyak serta memberikan umpan balik positif yang konstruktif dalam rangka menggali pencapaian potensi diri dari siswa yang dituntunnya (coachee). Selain itu, guru akan melibatkan siswa dalam mengambil suatu keputusan, sehingga dari keputusan yang diambil, siswa akan memiliki “rasa memiliki” atas keputusan tersebut dan akan bertanggung jawab dan berkomitmen dalam melakukannya.

Memang menerapkan coaching dan menjadi coach tidaklah mudah, karena guru harus memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik, kemampuan bertanya yang jitu dan pengelolaan emosi yang matang sehingga dapat sabar, berempati dalam melakukan coaching dengan siswanya. Walaupun menerapkan coaching dan menjadi coach tidaklah mudah, namun jika ini diterapkan dengan baik akan berdampak dalam pengembangan kemampuan dan juga potensi dari siswa tersalurkan dengan baik.

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu “menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya “. Oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching siswa diberi kebebasan namun pendidik sebagai “pamong” dalam memberi tuntunan dan arahan agar siswa tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang “pamong” dapat memberikan “tuntunan” melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses “menuntun” kemerdekaan belajar siswa dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat siswa menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu siswa mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak siswa. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat siswa melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat siswa lebih berfikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, siswa dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.


Daftar Pustaka

Pramudianto. 2015. “I’m a Coach : Strategi mengembangkan diri dengan coaching.” Yogyakarta : Penerbit ANDI.

McMahon. G and Archer, A. 2010. “101 Coaching Strategies and Techniques.” London : Routledge


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuliah Umum Pembelajaran Berbasis TIK (Pembatik) Level 4

Kuliah Umum Pembelajaran Berbasis TIK (Pembatik) Level 4
BERBAGI DAN BERKOLABORASI BELAJAR BERSAMA RUMAH BELAJAR

WEBINAR RUMAH BELAJAR

WEBINAR RUMAH BELAJAR
BERGERAK MAJU BERSAMA RUMAH BELAJAR 04 NOV 2021 PKL 14.00-16.00

WEBINAR PAKKEMA RUMBEL

WEBINAR PAKKEMA RUMBEL
JANGAN LUPA SAHABAT 03 NOVEMBER 2021 PUKUL 13.30-15.30

Logo Pembatik

Logo Pembatik
Level 4 Pasti Bisa ditaklukkan

KELOMPOK 4 SRB TAHUN 2021

KELOMPOK 4 SRB TAHUN 2021
PAKKEMA RUMBEL (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan Bersama Rumah Belajar)

SIR FAUJI-Sahabat Rumah Belajar

SIR FAUJI-Sahabat Rumah Belajar
Download segera Aolikasi Rumah Belajar di play store dan daftar dengan akun belajar.id

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Muhammad Fauji
Saya adalah sosok pribadi yang ramah, terbuka dan suka sekali bersosialisasi. Menurut Saya ketika kita bersosialisasi dan bertemu banyak orang serta banyak bertanya maka kita akan mendapatkan hal-hal yang baru, pengalaman baru, ilmu yang baru serta memperbanyak teman. Dengan karakter Saya yang seperti itu Saya semakin luas dalam berfikir dan melihat sesuatu. Bagi Saya tidak ada kata rugi jika kita perbanyak pertemanan dan persaudaraan