Pada setiap diri anak, selalu ada kekuatan dan keterbatasan. Kedua hal itu sering dipengaruhi oleh sikap dan karakter pribadi yang tumbuh dan berkembang karena lingkungan dan pendidikan. Sementara itu, anak telah memiliki kodrat fisik seperti yang sekarang anak punyai. Begitu juga, anak telah dianugerahi kemampuan, bakat-bakat, sifat dan sebagainya. Segala kemampuan, bakat, dan sifat yang anak miliki tersebut masih dapat kita kembangkan menjadi lebih optimal. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan dimana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.
Uraian tersebut akan lebih jelas jika kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang menggangu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. Meskipun pertumbuhan tanaman padi dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat-iradatnya padi. Misalnya ia tidak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu, ia juga tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti cara memelihara tanaman kedelai atau tanaman lainnya. Memang benar, ia dapat memperbaiki keadaan padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman yang tidak dipelihara, tetapi menggantikan kodrat padi itu tetap mustahil. Demikianlah Pendidikan itu, walaupun hanya dapat “menuntun”, akan tetapi faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak sangatlah besar.
sidik jari |
Hal itulah yang menjadi landasan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan anak, dimana anak yang dilahirkan diumpamakan sebagai sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, sehingga pendidikan berkewajiban dan berkuasa menebalkan tulisan tersebut sehingga kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Salah kaprah pemikiran guru di era sekarang ini, dimana, anak diumpamakan sebagai sehelai kertas kosong sehingga guru sebagai kaum pendidik boleh mengisi kertas yang kosong itu menurut kehendaknya dan hasilnya pengelompokkan anak terjadi, ada anak yang bisa diatur sesuai kehendak pendidik dan ada anak yang tidak bisa diatur (anak bandel). Padahal secara pemikiran Ki Hadjar Dewantara itu bertentangan. Tidak ada anak yang bandel, yang ada guru atau pamong yang salah mengasuh. Guru sering kali tidak memahami dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara, bahwasanya kodrat-iradat anak tidak dapat dirubah sesuai kemauan kita yang dapat kita lakukan adalah menuntun anak sesuai dengan minat, bakat serta potensi yang ia miliki. Kita ciptakan sekolah yang merdeka yang dapat membuat anak senang.
Baca Juga : Peningkatan Kemampuan Sosial Emosional
Merdeka belajar itu artinya proses pendidikan harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan. Bahagia buat siapa? Bahagia buat guru, bahagia buat peserta didik, bahagia buat orang tua, dan bahagia untuk semua orang. Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir, terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dahulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di peserta didik. Ciptakan ekosistem kelas dan sekolah yang menyenangkan, dengan cara memetakan kebutuhan belajar murid. Kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki tentang suatu topik (kesiapan belajar), jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
Kita sebagai pendidik mempercayai bahwa anak lahir dengan keunikannya masing-masing. Sebagai pendidik, kita memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dengan cara terbaik yang sesuai untuk mereka. Melalui praktek merdeka belajar murid tidak hanya akan dapat memaksimalkan potensi mereka dalam belajar, tapi mereka juga akan dapat belajar tentang berbagai nilai-nilai kehidupan yang penting. Nilai-nilai tentang indahnya perbedaan, menghargai, makna baru dari kesuksesan, kekuatan diri, kesempatan yang setara, kemerdekaan belajar, dan berbagai nilai penting lainnya yang akan berkontribusi terhadap perkembangan diri mereka secara lebih holistik/utuh. Oleh karena itu, penting untuk para pendidik mengetahui bagaimana proses pembelajaran merdeka ini dapat dilakukan, dengan cara-cara yang memungkinkan guru untuk dapat mengelolanya secara efektif.
Layaknya seorang pengasuh, guru dengan ikhlas mengasuh dan membimbing peserta didik seperti anaknya sendiri. Sistem among, momong serta prinsip kekeluargaan ( asah, asih, dan asuh) menjadi landasan idealisme seorang pendidik. Sistem among melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar