Pengaruh kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) terhadap peningkatan hasil belajar siswa sudah tidak diragukan lagi. Sejumlah ahli pendidikan telah melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar. Mereka menyimpulkan bahwa: peningkatan hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan pembelajaran. Artinya, jika hasil belajar siswa ingin dinaikkan, maka kepemimpinan yang menekankan pada pembelajaran harus diterapkan. Untuk lebih jelasnya, berikut dibahas tentang arti, tujuan, pentingnya kepemimpinan pembelajaran, butir-butir penting kepemimpinan pembelajaran, dan kontribusi kepemimpinan pembelajaran terhadap hasil belajar.
Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya merupakan pemanfaatan pada aset-aset sekolah yang dimiliki dan dikelola dengan baik oleh seorang pemimpin pembelajaran sebagai sebuah kekuatan/potensi sekolah sesuai kodrat alam dan kodrat zaman.
Sekolah merupakan sebuah ekosistem yang di dalamnya terdapat tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu. Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya.
Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antara lain : Murid, Kepala Sekolah, Guru, Staf/Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, Orang Tua, Masyarakat sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:
1. Murid
2. Kepala Sekolah
3. Guru
4. Staf/Tenaga Kependidikan
5. Pengawas Sekolah
6. Orang Tua
7. Masyarakat sekitar sekolah
gambar ilustrasi |
Pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya, sebagaimana diyakini juga oleh Ki Hadjar Dewantara, adalah menyangkut upaya memahami dan menganyomi kebutuhan peserta didik sebagai subyek pendidikan. Dalam konteks itu, tugas pendidik adalah mengembangkan potensi-potensi peserta didik, menawarkan pengetahuan kepada peserta didik dalam suatu dialog. Semuanya itu dimaksudkan untuk memantik dan mengungkapkan gagasan-gagasan peserta didik tentang suatu topik tertentu sehingga yang terjadi adalah pengetahuan tidak ditanamkan secara paksa tetapi ditemukan, diolah dan dipilih oleh murid.Maka, sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya sekolah, seharusnya memanfaatkan seluruh kodrat alam dan kodrat zaman yang ada sebagai sebuah kekuatan aset yang dimiliki untuk mendorong sebuah agen perubahan transformasi pendidikan dalam mewujudkan merdeka belajar bagi murid dan guru.
Adapun pendekatan yang dapat kita lakukan melalui aset sekolah adalah:
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking)akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar. Pendekatan berbasis aset/kekuatan (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Baca Juga : Menerapkan Budaya Positif melalui Kesepakatan Kelas
Apabila kita mengaitkan dengan Visi Misi, Nilai dan Peran Guru Penggerak pada modul sebelumnya. Maka, seharusnya komunitas sekolah memusatkan pendidikan yang berpihak pada murid dan berorientasi pada lingkungan bersih, indah, serta nyaman demi mewujudkan nilai dan peran guru penggerak yang mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, berjiwa pancasila, dan berpihak pada murid sebagai sebuah agen perubahan di sekolah.
Kekuatan yang dibangun oleh pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya di kelas, sekolah, dan masyarakat yang mumpuni, akan mengembangkan potensi yang dimiliki sebagai budaya positif bagi pola interaksi lingkungan biotik dan abiotik sekolah dalam bentuk pemetaan 7 aset sekolah yang sangat berdampak positif dan berkualitas sebagai contoh bagi sekolah lainnya.
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community. development, ada 7 aset utama sebagai modal utama sekolah yaitu:
Modal manusia Modal sosial Modal fisik Modal lingkungan/alam Modal finansial Modal politik Modal agama dan budaya.
Ayo kita selalu berbagi dan terus berbagi
BalasHapus